sumber gambar dari Google

Banten, merupakan nama sekumpulan karya sastra sejarah tradisional berbentuk babad, yang menceritakan sejarah Kesultanan Banten; yaitu sejak kedatangan Syarif Hidayatullah dan Maulana Hasanuddin ke Banten hingga mendekati masa-masa akhir menjelang keruntuhannya. Pada umumnya naskah-naskah Sejarah Banten menggunakan bahasa Jawa dengan aksara Jawa atau huruf Arab Pegon; namun ada pula yang menggunakan bahasa Melayu dengan aksara Latin, serta bahasa Sunda dan aksara Sunda. Sebagian besar naskah-naskah tersebut berbentuk tembang, dan sebagian kecil berbentuk gancaran (prosa).

P.A. Hoessein Djajaningrat berpendapat bahwa naskah-naskah Sejarah Banten tersebut ditulis antara kurun 1662/1663 hingga + 1725, tetapi versi bahasa Melayunya yang berbentuk prosa masih ditulis hingga akhir abad ke-18. Saat ini diketahui setidaknya terdapat 32 naskah Sejarah Banten dan sejenisnya yang tersebar di berbagai tempat penyimpanan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Di antara naskah-naskah tersebut ada beberapa yang telah diidentifikasi secara khusus, antara lain sbb.:

  • Sejarah Banten Kecil, atau nama tersendirinya Wawacan Sejarah Haji Mangsur, sebagaimana disampaikan C. Snouck Hurgronje dan J.L.A. Brandes.
  • Sejarah Banten Rante-Rante; berisi kumpulan mitos dan legenda dari bagian-bagian tertentu dalam sejarah Banten.
  • Hikayat Hasanuddin; yaitu versi bahasa Melayu dari bagian tertentu Sajarah Banten Rante-Rante
  • Sajarah Banten naskah Cibeber, Cilegon; yang telah diteliti oleh Munadi Padmadiwiria yang isinya berkisah tentang Maulana Hasanuddin dan merupakan bagian tertentu dari Sejarah Banten Rante-Rante 

Banten bukan hanya sosok Sultan Ageng Tirtayasa atau Jendral Daendels yang memaksa rakyat mengerjakan pembangunan jalan 1.000 kilometer dari Anyer hingga ke Panarukan di Jawa Timur. Ia lebih dari itu. Banten tua memiliki kekayaan ilmu pengetahuan yang mengagumkan, menjadi sumber sejarah tak habis-habisnya untuk dikupas sebab wilayah itu berhubungan erat dengan wilayah Jawa bagian tengah dan barat yang pada masa lalu dikenal lewat Kerajaan Demak (Jawa Tengah), Pajajaran (Jawa Barat), atau Bogor dengan Kerajaan Pakuan.


Pada zaman pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten dikenal sebagai eksportir lada. Produk rempah-rempah mengundang banyak pedagang dari berbagai negara datang lalu tinggal di sana. Tak aneh bila di kawasan itu berdiri bangunan berusia di atas 100 tahun seperti vihara, mesjid Lama Banten, serta bekas kampung Arab, India, dan Cina.

Tidak ada komentar: